HARAM BERBUAT ZHALIM
عَنْ أي ذرٍّ الغِفَارِ عَنِ النَّبيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ فِيما رَوَى عَنِ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أنَّهُ قالَ: يا عِبَادِي، إنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ علَى نَفْسِي، وَجَعَلْتُهُ بيْنَكُمْ مُحَرَّمًا، فلا تَظَالَمُوا، يا عِبَادِي، كُلُّكُمْ ضَالٌّ إلَّا مَن هَدَيْتُهُ، فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ، يا عِبَادِي، كُلُّكُمْ جَائِعٌ إلَّا مَن أَطْعَمْتُهُ، فَاسْتَطْعِمُونِي أُطْعِمْكُمْ، يا عِبَادِي، كُلُّكُمْ عَارٍ إلَّا مَن كَسَوْتُهُ، فَاسْتَكْسُونِي أَكْسُكُمْ، يا عِبَادِي، إنَّكُمْ تُخْطِئُونَ باللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا، فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ، يا عِبَادِي، إنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّي فَتَضُرُّونِي، وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُونِي، يا عِبَادِي، لو أنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وإنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ، كَانُوا علَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنكُمْ؛ ما زَادَ ذلكَ في مُلْكِي شيئًا، يا عِبَادِي، لوْ أنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وإنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ، كَانُوا علَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ؛ ما نَقَصَ ذلكَ مِن مُلْكِي شيئًا، يا عِبَادِي، لو أنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وإنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ، قَامُوا في صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِي، فأعْطَيْتُ كُلَّ إنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ؛ ما نَقَصَ ذلكَ ممَّا عِندِي إلَّا كما يَنْقُصُ المِخْيَطُ إذَا أُدْخِلَ البَحْرَ، يا عِبَادِي، إنَّما هي أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ، ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إيَّاهَا، فمَن وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ، وَمَن وَجَدَ غيرَ ذلكَ فلا يَلُومَنَّ إلَّا نَفْسَهُ.
Dari Abu Dzar al-Ghifâri رضي الله عنه bahwa Nabi ﷺ meriwayatkan firman Allah سبحانه وتعالى , “Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikannya haram di antara kalian. Maka, janganlah kalian saling menzhalimi. Wahai hamba-Ku!, setiap kalian adalah orang yang sesat, kecuali orang yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku beri petunjuk kepada kalian. Wahai hamba-Ku! Setiap dari kalian adalah orang yang lapar kecuali orang yang Aku beri makan. Maka, mintalah makanan kepada-Ku niscaya Aku beri kalian makan. Wahai hamba-Ku! Setiap kalian adalah telanjang kecuali orang yang Aku beri pakaian. Maka, mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku akan berikan pakaian kepada kalian. Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya kalian selalu berbuat salah (dosa) di waktu malam dan siang hari; sedang Aku mengampuni seluruh dosa. Maka, mohon ampunlah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengampuni dosa kalian. Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya kalian tidak akan dapat menimpakan bahaya kepada-Ku sehingga kalian dapat membahayakan-Ku dan kalian tidak akan dapat memberi manfaat kepada-Ku sehingga kalian dapat memberi manfaat kepada-Ku. Wahai hamba-Ku! Seandainya orang pertama dan terakhir dari kalian, manusia dan jin dari kalian, hati mereka semuanya seperti salah seorang dari kalian yang paling bertakwa, maka semua itu tidak akan menambah sedikit pun pada kerajaan-Ku. Wahai hamba-Ku! Seandainya orang pertama dan terakhir dari kalian, manusia dan jin dari kalian, semua seperti hati salah seorang dari kalian yang paling jahat, maka semua itu tidak akan mengurangi sedikit pun dari kerajaan-Ku. Wahai hamba-Ku! Seandainya orang pertama dan terakhir dari kalian, manusia dan jin dari kalian semua berada di satu tanah lapang kemudian setiap dari kalian meminta kepada-Ku lalu Aku memberikan permintaannya itu, maka hal itu tidak mengurangi apa yang ada di sisi-Ku kecuali seperti jarum yang mengurangi air laut jika dimasukkan ke dalamnya. Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya itu semua adalah amal-amal kalian yang Aku tulis untuk kalian; kemudian Aku menyempurnakan (balasan)nya untuk kalian. Barangsiapa mendapatkan kebaikan, hendaklah ia memuji Allah سبحانه وتعالى , dan barangsiapa mendapatkan selain itu, maka janganlah ia sekali-kali mencela (menyalahkan) kecuali dirinya sendiri.”
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahîh, diriwayatkan oleh:
1. Muslim (no. 2577).
2. Ahmad (V/154, 160, 177).
3. At-Tirmidzi (no. 2495).
4. Ibnu Mâjah (no. 4257).
5. Al-Bukhâri dalam al-Adabul Mufrad (no. 490/Shahîh al-Adabul Mufrad (no. 377)).
6. ‘Abdurrazzâk dalam al-Mushannaf (no. 20272).
7. Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’ (V/125-126).
8. Al-Baihaqi dalam Sunannya (VI/93) dan dalam alAsmâ’ wash Shifât (hal. 65, 159, 213-214, 227, 285).
9. Al-Hâkim dalam al-Mustadrak (IV/241).
10.Ibnu Hibbân dengan ringkas (no. 618-at-Ta’lîqâtul Hisân).
SYARAH HADITS
1. Pengertian Zhalim
Firman Allah سبحانه وتعالى , “Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku.”
Maknanya ialah: Allah سبحانه وتعالى melarang diri-Nya berbuat zhalim terhadap hamba-hamba-Nya, seperti firman-Nya,
وَمَآ اَنَا۠ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيْدِ ࣖ
“…Dan Aku tidak menzhalimi hamba-hamba-Ku.” (Qs Qâf/50:29)
Allah سبحانه وتعالى berfirman,
وَمَا اللّٰهُ يُرِيْدُ ظُلْمًا لِّلْعِبَادِ
“…Padahal Allah tidak menghendaki kezhaliman terhadap hamba-hamba-Nya.” (Qs Ghâfir/40:31)
Allah سبحانه وتعالى berfirman,
وَمَنْ يَّعْمَلْ مِنَ الصّٰلِحٰتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا يَخٰفُ ظُلْمًا وَّلَا هَضْمًا
Dan barangsiapa mengerjakan kebajikan sedang dia (dalam keadaan) beriman, maka dia tidak khawatir akan perlakuan zhalim (terhadapnya) dan tidak (pula khawatir) akan pengurangan haknya. (Qs Thâhâ/ 20:112)
Yang dimaksud dengan kata “ الهَضْمُ ” pada ayat di atas ialah pengurangan pahala kebaikan, dan yang dimaksud dengan kata “ الظُّلْمُ ” adalah penyiksaan karena dosa-dosa orang lain. Ayat-ayat seperti di atas banyak dalam al-Qur‘ân.1
Zhalim ialah menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Asal makna zhalim ialah bertindak lalim dan melampaui batas. Zhalim juga bermakna menyimpang dari tujuan.2
Allah سبحانه وتعالى yang menciptakan perbuatan hambaNya yang di dalamnya terdapat kezhaliman. ini tidak berarti Allah سبحانه وتعالى memiliki sifat zhalim. Begitu juga, Allah tidak bisa disifati dengan seluruh perbuatan buruk yang dikerjakan manusia yang merupakan hasil penciptaan dan takdir-Nya, karena Allah hanya disifati dengan perbuatan-perbuatan diri-Nya dan tidak disifati dengan perbuatan-perbuatan hamba-Nya. Perbuatan hamba-Nya adalah makhluk-Nya dan Dia tidak bisa disifati dengan salah satu darinya, namun Dia disifati dengan sifat-sifat dan perbuatanperbuatan yang ada pada-Nya. Wallâhu a’lam.
2. Haramnya Berbuat Zhalim
Firman Allah سبحانه وتعالى , “Dan Aku menjadikannya haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzhalimi.”
Maksudnya, Allah سبحانه وتعالى mengharamkan perbuatan zhalim atas hamba-hamba-Nya serta melarang mereka saling menzhalimi, karena kezhaliman itu sendiri adalah haram secara mutlak.
Kezhaliman terbagi ke dalam dua bagian:
Pertama: kezhaliman seorang hamba terhadap dirinya sendiri, dan kezhaliman yang paling besar adalah syirik (mempersekutukan Allah سبحانه وتعالى ), seperti firman-Nya,
اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” (Qs Luqmân/31:13)
Sebabnya orang musyrik telah menempatkan makhluk pada kedudukan Sang Khâliq (Pencipta), sehingga ia menyembah dan mempertuhankannya. Ini berarti menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya.
Sebagian besar ancaman bagi orang-orang yang zhalim dalam al-Qur‘ân dimaksudkan untuk orang-orang musyrik, seperti firman-Nya,
وَالْكٰفِرُوْنَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“…Orang-orang kafir itulah orang yang zhalim.” (Qs al-Baqarah/2:254)
Kemudian berikutnya diikuti dengan perbuatan maksiat dengan beragam jenisnya dari perbuatan dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil.
Kedua: kezhaliman seorang hamba terhadap orang lain. Itulah yang disebutkan dalam hadits di atas. Pada haji Wada’, Nabi ﷺ bersabda dalam khutbahnya,
إِنَّ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِيْ شَهْرِكُمْ هَذَا، فِيْ بَلَدِكُمْ هَذَا
“…Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian haram terhadap kalian seperti keharaman hari kalian ini di bulan kalian ini di negeri kalian ini.”3
Rasulullah ﷺ juga bersabda,
إِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Sesungguhnya kezhaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.4
Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ، ثُمَّ قَرَأَ (وَكَذٰلِكَ اَخْذُ رَبِّكَ اِذَآ اَخَذَ الْقُرٰى وَهِيَ ظَالِمَةٌ ۗاِنَّ اَخْذَهٗٓ اَلِيْمٌ شَدِيْدٌ)
Sesungguhnya Allah benar-benar menunda (hukuman) bagi orang zhalim. Namun jika Dia telah menyiksanya, Dia tidak meloloskannya. Kemudian Nabi ﷺ membaca ayat, (yang artinya): ‘Dan begitulah siksa Rabb-mu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sungguh, siksa-Nya sangat pedih dan sangat berat.’ (Qs Hûd/11:102)”5
Rasulullah ﷺ juga bersabda,
مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيْهِ؛ فَلْيَتَحَلَّلْ مِنْهَا؛ فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِيْنَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْخَذَ لِأَخِيْهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيْهِ، فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ
Barangsiapa menzhalimi saudaranya, hendaklah ia memintanya menghalalkannya sekarang ini, karena di sana (hari Kiamat) tidak ada dinar dan dirham, sebelum amal shalihnya diambil darinya lalu diberikan kepada saudaranya itu. Jika ia tidak memiliki amal shalih, maka kesalahan-kesalahan saudaranya itu diambil kemudian dibebankan kepadanya.6
Seorang Muslim wajib menjauhi perbuatan zhalim, karena kezhaliman mengakibatkan:
a) datangnya kemurkaan dan hukuman Allah سبحانه وتعالى ,
b) tersebarnya permusuhan dan kebencian di antara manusia,
c) Terjadinya peperangan dan pemberontakan,
d) dan akan membuat umat berpecah belah dan hancurnya peradaban mereka.7
3. Seluruh Manusia Membutuhkan Allah سبحانه وتعالى Yang Maha Kaya
Firman Allah سبحانه وتعالى , “ Wahai hamba-Ku! Setiap dari kalian adalah lapar kecuali orang yang Aku beri makan. Maka, mintalah makanan kepada-Ku niscaya Aku memberi makan kepada kalian. Wahai hambaKu! Setiap kalian adalah telanjang kecuali orang yang Aku beri pakaian. Maka, mintalah pakaian kepadaKu niscaya Aku akan berikan pakaian kepada kalian. Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya kalian selalu berbuat salah (dosa) di waktu malam dan siang hari sedang Aku mengampuni seluruh dosa. Maka, mohon ampunlah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengampuni dosa kalian.”
Ini menunjukkan bahwa seluruh makhluk sangat butuh kepada Allah سبحانه وتعالى untuk mendapatkan kemaslahatan dan menolak mudharat (bahaya) dalam agama dan dunia mereka. Ini juga menunjukkan bahwa manusia tidak memiliki apa pun bagi diri mereka. Sehingga, barangsiapa tidak diberi rezeki dan petunjuk maka ia tidak akan memiliki keduanya di dunia. Barangsiapa tidak diberi pengampunan atas dosa-dosanya oleh Allah سبحانه وتعالى , maka kesalahankesalahannya membinasakannya di akhirat. 8
Allah سبحانه وتعالى berfirman,
مَنْ يَّهْدِ اللّٰهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهٗ وَلِيًّا مُّرْشِدًا ࣖ
Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa disesatkan-Nya, maka engkau tidak akan mendapatkan seorang penolong yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (Qs al-Kahfi/18:17)
Ayat-ayat yang semakna dengan ini banyak dalam al Qur‘ân.
Allah سبحانه وتعالى berfirman,
مَا يَفْتَحِ اللّٰهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَّحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا ۚوَمَا يُمْسِكْۙ فَلَا مُرْسِلَ لَهٗ مِنْۢ بَعْدِهٖۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
Apa saja di antara rahmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia, maka tidak ada yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan-Nya, maka tidak ada yang sanggup untuk melepaskannya setelah itu. Dan Dia-lah Yang Maha perkasa, Maha bijaksana. (Qs Fâthir/35:2)
Allah سبحانه وتعالى berfirman,
وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا …
Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya…” (Qs Hûd/11:6)
Allah سبحانه وتعالى berfirman tentang Adam dan Hawa yang berkata,
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
Wahai Rabb kami, kami telah menzhalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi. (Qs al-A’râf/7:23)
Allah سبحانه وتعالى berfirman tentang Nabi Nuh عليه السلام yang berkata,
قَالَ رَبِّ اِنِّيْٓ اَعُوْذُ بِكَ اَنْ اَسْـَٔلَكَ مَا لَيْسَ لِيْ بِهٖ عِلْمٌ ۗوَاِلَّا تَغْفِرْ لِيْ وَتَرْحَمْنِيْٓ اَكُنْ مِّنَ الْخٰسِرِيْنَ
Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang yang rugi. (Qs Hûd/11:47)
Nabi Ibrâhim عليه السلام berhujjah bahwa tidak ada ilâh yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah سبحانه وتعالى ; dan bahwa apa saja yang disekutukan dengan-Nya adalah bathil. Nabi Ibrâhim عليه السلام berkata kepada kaumnya,
قَالَ اَفَرَءَيْتُمْ مَّا كُنْتُمْ تَعْبُدُوْنَ ۙ اَنْتُمْ وَاٰبَاۤؤُكُمُ الْاَقْدَمُوْنَ ۙ فَاِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِّيْٓ اِلَّا رَبَّ الْعٰلَمِيْنَ ۙ الَّذِيْ خَلَقَنِيْ فَهُوَ يَهْدِيْنِ ۙ وَالَّذِيْ هُوَ يُطْعِمُنِيْ وَيَسْقِيْنِ ۙ وَاِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ ۙ وَالَّذِيْ يُمِيْتُنِيْ ثُمَّ يُحْيِيْنِ ۙ وَالَّذِيْٓ اَطْمَعُ اَنْ يَّغْفِرَ لِيْ خَطِيْۤـَٔتِيْ يَوْمَ الدِّيْنِ ۗ
Dia (Ibrâhim) berkata, “Apakah kamu memperhatikan apa yang kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang terdahulu? Sesungguhnya mereka (apa yang kamu sembah) itu musuhku, lain halnya Rabb seluruh alam, (yaitu) yang telah menciptakan aku, maka Dia yang memberi petunjuk kepadaku, dan yang memberi makan dan minum kepadaku; dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali) dan yang sangat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari Kiamat.” (Qs asy-Syu’arâ`/26:75-82)
Sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى yang Maha esa yang menciptakan hamba-Nya, memberi hidayah, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikannya, dan mengampuni dosa-dosa di akhirat itu, maka wajib bagi hamba untuk mengesakan Allah سبحانه وتعالى dalam beribadah kepada-Nya, meminta, merendahkan diri, dan tunduk kepada-Nya. 9
Allah سبحانه وتعالى berfirman,
اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْۗ هَلْ مِنْ شُرَكَاۤىِٕكُمْ مَّنْ يَّفْعَلُ مِنْ ذٰلِكُمْ مِّنْ شَيْءٍۗ سُبْحٰنَهٗ وَتَعٰلٰى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ ࣖ
Allah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, lalu mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara mereka yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu yang demikian itu? Maha suci Dia dan Maha tinggi dari apa yang mereka persekutukan.” (Qs ar-Rûm/30:40)
Di dalam hadits yang sedang kita bahas ini terdapat dalil bahwa Allah سبحانه وتعالى sangat senang apabila hamba-Nya memohon dan meminta seluruh kemaslahatan agama dan dunia, baik berupa makanan, minuman dan pakaian, kepada-Nya. Sebagaimana Allah سبحانه وتعالى sangat senang hamba-hambaNya itu memohon hidayah dan ampunan kepada-Nya.10
4.Setiap Manusia Diciptakan Di Atas Fitrah Menerima Islam
Firman Allah سبحانه وتعالى , “Wahai hamba-Ku! Setiap dari kalian adalah sesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk.”
Ada yang menduga bahwa firman Allah سبحانه وتعالى di atas bertentangan dengan hadits ‘Iyâdh bin Himar z , dari Nabi ﷺ yang bersabda,
خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءَ (وَفِيْ رِوَايَةٍ : مُسْلِمِيْنَ) فَاجْتَلَتْهُمُ الشَّيَاطِيْنُ
“Allah سبحانه وتعالى berfirman, ‘Aku menciptakan hamba hamba-Ku dalam keadaan lurus (dalam riwayat lain: dalam keadaan Muslim) kemudian mereka dipalingkan oleh setan.’”
Padahal firman Allah سبحانه وتعالى tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan hadits tersebut, karena Allah سبحانه وتعالى menciptakan anak keturunan Adam, membentuk mereka untuk menerima Islam, cenderung kepadanya dan bukan cenderung kepada yang lain, siap kepadanya, dan mempersiapkan diri dengan kuat untuknya. Namun, manusia harus dididik tentang Islam dengan amal nyata, karena sebelumnya mereka bodoh tidak mengetahui apa-apa, seperti firman-Nya
وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْـًٔاۙ وَّجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun…” (QS. an-Nahl/16:78).
Allah سبحانه وتعالى berfirman kepada Nabi-Nya ﷺ ,
وَوَجَدَكَ ضَاۤلًّا فَهَدٰىۖ
Dan Dia mendapatimu sebagai orang yang bingung lalu Dia memberikan petunjuk.” (Qs adh-Dhuhâ/93:7)
Maksudnya, Allah سبحانه وتعالى mendapatimu tidak mengetahui kitab dan hikmah yang telah diajarkan kepadamu, sebagaimana firman-Nya ,
وَكَذٰلِكَ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ رُوْحًا مِّنْ اَمْرِنَا ۗمَا كُنْتَ تَدْرِيْ مَا الْكِتٰبُ وَلَا الْاِيْمَانُ وَلٰكِنْ جَعَلْنٰهُ نُوْرًا نَّهْدِيْ بِهٖ مَنْ نَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِنَا ۗ
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) ruh (al Qur‘ân) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidak mengetahui apakah Kitab (al Qur‘ân) dan apakah iman itu, tetapi Kami jadikan al Qur‘ân itu cahaya, dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hambahamba Kami…” (Qs asy-Syûrâ/42:52)
Jadi, manusia dilahirkan dalam keadaan siap untuk menerima kebenaran. Jika Allah سبحانه وتعالى memberinya petunjuk. Maka, ia diberi sarana dalam bentuk orang yang mengajarkan petunjuk kepadanya. Sehingga akhirnya, ia betul-betul menjadi orang yang mendapatkan petunjuk dan perbuatan setelah sebelumnya ia mendapatkan petunjuk dengan kekuatan. Jika Allah membiarkannya, Dia membiarkannya dikuasai oleh orang yang mengajarkannya sesuatu yang bertentangan dengan fitrahnya,11 seperti yang disabdakan Nabi ﷺ ,
مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Tidaklah seorang bayi dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.12
4. Memohon Petunjuk Kepada Allah سبحانه وتعالى
Seorang Muslim wajib berdoa memohon petunjuk dan harus bersungguh-sungguh untuk mencari dan melaksanakan sebab-sebab yang mengantarkannya kepada petunjuk tersebut.13 Adapun permintaan petunjuk oleh orang Mukmin kepada Allah سبحانه وتعالى ada dua:
Pertama, petunjuk global, yaitu petunjuk kepada Islam dan iman.
Kedua, petunjuk yang rinci, yaitu petunjuk Allah untuk mengetahui rincian bagian-bagian iman dan Islam serta bantuan-Nya untuk mengerjakannya. Petunjuk seperti ini sangat diperlukan seorang Mukmin di setiap malam dan siang. Oleh karena itu, Allah سبحانه وتعالى memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk membaca firman-Nya berikut ini di setiap raka’at shalat-shalat mereka,
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ
Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Qs al-Fâtihah/1:6)
Nabi ﷺ berkata dalam doa beliau di malam hari,
…. اِهْدِنِيْ لِمَا اخْتُلِفَ فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِيْ مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ
Tunjukilah aku kepada kebenaran yang diperselisihkan di dalamnya dengan izin-Mu, karena sesungguhnya Engkau menunjuki hamba-Mu ke jalan yang lurus.14
Oleh karena itu, jika seseorang bersin dikatakan kepadanya, “Yarhamukallâh (semoga Allah سبحانه وتعالى merahmatimu),” kemudian orang yang bersin berkata kepada orang yang mendoakannya, “Yahdîkumullâh (semoga Allah سبحانه وتعالى memberimu petunjuk)”; sebagaimana disebutkan dalam Hadits. Kendati hal ini ditolak oleh fuqaha Irak karena menduga bahwa orang Muslim tidak perlu didoakan untuk mendapatkan petunjuk. Tetapi, pendapat mereka ditentang jumhur Ulama karena mengikuti Sunnah Nabi ﷺ .
Nabi ﷺ menyuruh ‘Ali رضي الله عنه untuk meminta ketetapan dan petunjuk, dengan do’a berikut:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالسَّدَادَ
Ya Allah سبحانه وتعالى , sesungguhnya aku memohon kepadaMu petunjuk dan ketepatan.15
Nabi ﷺ juga mengajari Hasan bin ‘Ali z untuk mengucapkan dalam qunut di shalat witir,
اللَّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ ….
Ya Allah سبحانه وتعالى , berilah aku petunjuk ke dalam orang yang telah Engkau beri petunjuk…
Perkara-Perkara Hidayah
Seorang hamba sangat membutuhkan hidayah, baik secara lahir maupun batin, dalam segala perkara yang dia lakukan maupun dia tinggalkan, perkaraperkara itu mencakup:
- Perkara-perkara yang telah dilakukannya tanpa dilandasi oleh hidayah, baik dari segi cara, amal maupun niat. Maka dia membutuhkan taubat; dan taubat yang dilakukannya adalah hidayah.
- Perkara-perkara yang ditujukan kepadanya namun belum terinci sehingga ia membutuhkan hidayah menuju perinciannya.
- Perkara-perkara yang ditujukan kepadanya namun tidak secara sempurna. Untuk itu ia membutuhkan penyempurnaan sehingga hidayah yang ia peroleh sempurna dan bertambah.
- Perkara-perkara yang dia membutuhkan hidayah di kemudian hari seperti halnya yang telah ia dapatkan di hari-hari yang telah lalu.
- Perkara-perkara yang dia yakini tidak sebagaimana mestinya, sehingga ia membutuhkan hidayah yang menghapus keyakinan keliru tersebut dari hatinya dan menetapkan kebenaran menjadi lawannya.
- Perkara-perkara hidayah yang mampu dia terapkan, namun belum tercipta keinginan untuk melakukannya sehingga ia membutuhkan terciptanya keinginan untuk melakukannya demi kesempurnaan hidayahnya.
- Perkara-perkara yang tidak mampu dia terapkan namun dia ingin melakukannya, sehingga ia membutuhkan hidayah agar mampu melakukannya.
- Perkara-perkara yang tidak mampu ia lakukan dan tidak ada kemampuan untuk melakukannya sehingga ia membutuhkan terciptanya kekuatan dan keinginan agar hidayahnya sempurna.
- Perkara-perkara yang telah dia lakukan berpijak kepada hidayah berdasarkan keyakinan, keinginan, dan perbuatan. Maka dia membutuhkan kemantapan dan kesinambungan. Atas dasar itu, kebutuhannya memohon hidayah adalah kebutuhan terbesar dan paling mendesak. Allah Rabb yang Maha pengasih mewajibkan atasnya untuk melakukan permohonan ini siang dan malam dalam keadaan yang paling utama, yaitu dalam shalat yang lima waktu dengan berulang kali. Hal itu karena dia sangat membutuhkan kandungan permohonan tersebut.16
5. Memohon Ampunan Kepada Allah سبحانه وتعالى
Adapun istighfâr dari dosa-dosa merupakan permintaan ampunan; dan seorang hamba sangat membutuhkannya karena ia berbuat salah di malam dan siang hari. Al‘Qur‘ân sering kali menyebutkan taubat dan istighfâr; memerintahkan melakukan keduanya, dan menganjurkan keduanya.
Rasulullah ﷺ bersabda,
كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
Seluruh anak keturunan Adam adalah orang-orang yang berbuat salah dan sebaik-baik orang-orang yang berbuat salah ialah orang-orang yang bertaubat.17
Rasulullah ﷺ juga bersabda,
واللَّهِ إِنِّيْ لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ فِيْ اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً
Demi Allah سبحانه وتعالى , aku beristighfar kepada Allah سبحانه وتعالى dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.18
Setiap anak Adam wajib bertaubat kepada Allah سبحانه وتعالى dengan taubat yang jujur. Setiap orang yang bertaubat dari perbuatan dosa dan maksiat hendaknya ia memenuhi syarat-syarat taubat, yaitu:
1. Al-Iqlâ’ (berhenti dari dosa), yaitu orang yang berbuat dosa harus berhenti dari perbuatan dosa dan maksiat yang selama ini pernah ia lakukan.
2. An-Nadam (menyesal), yaitu dia harus menyesali perbuatan dosanya tersebut.
3. Al-‘Azmu (tekad), maksudnya, ia harus bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosanya itu.
Jika perbuatan dosanya itu ada hubungannya dengan orang lain, maka di samping tiga syarat di atas, masih ditambah satu syarat lagi yaitu harus ada pernyataan bebas dari hak orang yang dirugikan itu. Jika yang dirugikan itu hartanya, maka hartanya itu harus dikembalikan. Jika berupa tuduhan jahat, maka ia harus meminta maaf. Dan jika berupa ghîbah atau umpatan, maka ia harus bertaubat kepada Allah سبحانه وتعالى dan tidak perlu meminta maaf kepada orang yang diumpat.19
7. Allah Maha Kaya Terhadap Hamba-hamba-nya Dan Tidak Butuh Kepada Mereka
Firman Allah سبحانه وتعالى : “Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya kalian tidak akan dapat menimpakan bahaya kepada-Ku sehingga kalian dapat membahayakan-Ku dan kalian tidak akan dapat memberi manfaat kepada-Ku sehingga kalian dapat memberi manfaat kepada-Ku.”
Maksudnya, seluruh hamba Allah سبحانه وتعالى tidak dapat memberikan manfaat atau mudharat kepada Allah سبحانه وتعالى , karena Allah سبحانه وتعالى sendiri adalah Maha kaya dan Maha terpuji yang tidak butuh kepada ketaatan para hamba. Manfaat-manfaat ketaatan mereka itu tidak untuk Allah سبحانه وتعالى , namun mereka sendiri yang mengambil manfaat-manfaatnya. Dan (Allah سبحانه وتعالى ) tidak merugi dengan kemaksiatankemaksiatan mereka namun justru mereka sendiri yang merugi karenanya.20
Allah سبحانه وتعالى berfirman,
وَلَا يَحْزُنْكَ الَّذِيْنَ يُسَارِعُوْنَ فِى الْكُفْرِۚ اِنَّهُمْ لَنْ يَّضُرُّوا اللّٰهَ شَيْـًٔا ۗ
Dan janganlah engkau (Muhammad) dirisaukan oleh orang-orang yang dengan mudah kembali menjadi kafir, sesungguhnya sedikit pun mereka tidak merugikan Allah… (Qs Ali ‘Imrân/3:176)
Allah سبحانه وتعالى berfirman,
وَاِنْ تَكْفُرُوْا فَاِنَّ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَنِيًّا حَمِيْدًا
Tetapi jika kamu ingkar maka (ketahuilah), milik Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Mahakaya, Maha Terpuji.” (Qs an-Nisâ’/4:131)
Maksudnya, Allah سبحانه وتعالى senang kalau hamba-hamba-Nya bertakwa dan taat kepada-Nya, sebagaimana Dia benci kalau mereka bermaksiat kepada-Nya.21
Footnote:
1 Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/34-35).
2 Lihat Qawâ’id wa Fawâ-id (hlm. 212)
3 Shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 67), Muslim (no. 1679), Ibnu Hibbân (no. 3837-at-Ta’lîqâtul Hisân) dari Abu Bakrah z .
4 Shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 2447) dan Muslim (no. 2579) dari Ibnu ‘Umar z .
5 Shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 4686), Muslim (no. 2583), at-Tirmidzi (no. 3110), dan Ibnu Hibbân (no. 5153 at-Ta’lîqâtul Hisân) dari Abu Musa al-Asy’ari z .
6 Shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 2449, 6534), Ahmad (II/435, 506), Ibnu Hibbân (no. 7361) dari Abu Hurairah z .
7 Qawâ’id wa Fawâ-id (hlm. 2
8 Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/37-38).
9 Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/38).
10 Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/38-39).
11 Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/39).
12 HR. al-Bukhâri (no. 1358) dan Muslim (no. 2658), dari Sahabat Abu Hurairah z .
13 Qawâ’id wa Fawâ-id (hlm. 217).
14 Shahîh: HR. Muslim (no. 770), Ahmad (VI/156), Abu Dâwud (no. 767), at-Tirmidzi (no. 3420), an-Nasâ-i (III/212-213), Ibnu Mâjah (no. 1357), dan Ibnu Hibbân (no. 2591 at-Ta’lîqâtul Hisân).
15 Shahîh: HR. Muslim (no. 2725) dan Ahmad (I/88).
16 Lihat Kasyful Ghithâ’ (hlm. 126-127) oleh Imam Ibnul Qayyim t .
17 Hasan: HR. At-Tirmidzi (no. 2499), Ibnu Mâjah (no. 4251), Ahmad (III/198), al-Hâkim (IV/244) dari Anas bin Mâlik z .
18 Shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 6307), an-Nasâ-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 434, 437), Ibnu Mâjah (no. 3815), Ahmad (II/282), dan Ibnu Hibbân (no. 925).
19 Lihat Riyâdhush Shâlihîn bab Taubat (hlm. 24-25) dan Shahîh al-Wâbilush Shayyib (hlm. 272-273).
20 Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/43).
21 Lihat Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam (II/43).
MAJALAH AS-SUNNAH EDISI 04/THN. XIII/RAJAB 1430H/JULI 2009M
Artikel asli: https://majalahassunnah.net/artikel/haram-berbuat-zhalim/